Archive for Oktober, 2010

Penguasaan Ekonomi Indonesia oleh Kekuatan Asing dan Kelompok Berkeley Mafia

Oktober 25, 2010

Mari sekarang kita telaah bagaimana beberapa ahli dan pengamat asing melihat peran kekuatan asing dan kelompok Berkeley Mafia dalam perekonomian Indonesia sejak tahun 1967.

Saya kutip apa yang ditulis oleh John Pilger dalam bukunya yang berjudul “The New Rulers of the World.” Saya terjemahkan seakurat mungkin ke dalam bahasa Indonesia sebagai berikut :

“Dalam bulan November 1967, menyusul tertangkapnya ‘hadiah terbesar’, hasil tangkapannya dibagi. The Time-Life Corporation mensponsori konperensi istimewa di Jenewa yang dalam waktu tiga hari merancang pengambil alihan Indonesia. Para pesertanya meliputi para kapitalis yang paling berkuasa di dunia, orang-orang seperti David Rockefeller.

Semua raksasa korporasi Barat diwakili : perusahaan-perusahaan minyak dan bank, General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, US Steel. Di seberang meja adalah orang-orangnya Soeharto yang oleh Rockefeller disebut “ekonoom-ekonom Indonesia yang top”.

“Di Jenewa, Tim Sultan terkenal dengan sebutan ‘the Berkeley Mafia’, karena beberapa di antaranya pernah menikmati beasiswa dari pemerintah Amerika Serikat untuk belajar di Universitas California di Berkeley. Mereka datang sebagai peminta-minta yang menyuarakan hal-hal yang diinginkan oleh para majikan yang hadir. Menyodorkan butir-butir yang dijual dari negara dan bangsanya, Sultan menawarkan : …… buruh murah yang melimpah….cadangan besar dari sumber daya alam ….. pasar yang besar.”

Di halaman 39 ditulis : “Pada hari kedua, ekonomi Indonesia telah dibagi, sektor demi sektor. ‘Ini dilakukan dengan cara yang spektakuler’ kata Jeffrey Winters, guru besar pada Northwestern University, Chicago, yang dengan mahasiwanya yang sedang bekerja untuk gelar doktornya, Brad Simpson telah mempelajari dokumen-dokumen konperensi.

‘Mereka membaginya ke dalam lima seksi : pertambangan di satu kamar, jasa-jasa di kamar lain, industri ringan di kamar lain, perbankan dan keuangan di kamar lain lagi; yang dilakukan oleh Chase Manhattan duduk dengan sebuah delegasi yang mendiktekan kebijakan-kebijakan yang dapat diterima oleh mereka dan para investor lainnya.

Kita saksikan para pemimpin korporasi besar ini berkeliling dari satu meja ke meja yang lain, mengatakan : ini yang kami inginkan : ini, ini dan ini, dan mereka pada dasarnya merancang infra struktur hukum untuk berinvestasi di Indonesia. Saya tidak pernah mendengar situasi seperti itu sebelumnya, di mana modal global duduk dengan para wakil dari negara yang diasumsikan sebagai negara berdaulat dan merancang persyaratan buat masuknya investasi mereka ke dalam negaranya sendiri.

Freeport mendapatkan bukit (mountain) dengan tembaga di Papua Barat (Henry Kissinger duduk dalam board). Sebuah konsorsium Eropa mendapat nikel Papua Barat. Sang raksasa Alcoa mendapat bagian terbesar dari bauksit Indonesia. Sekelompok perusahaan-perusahaan Amerika, Jepang dan Perancis mendapat hutan-hutan tropis di Sumatra, Papua Barat dan Kalimantan.

Sebuah undang-undang tentang penanaman modal asing yang dengan buru-buru disodorkan kepada Soeharto membuat perampokan ini bebas pajak untuk lima tahun lamanya. Nyata dan secara rahasia, kendali dari ekonomi Indonesia pergi ke Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI), yang anggota-anggota intinya adalah Amerika Serikat, Canada, Eropa, Australia dan, yang terpenting, Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia.”

Demikian gambaran yang diberikan oleh Brad Simpson, Jeffrey Winters dan John Pilger tentang suasana, kesepakatan-kesepakatan dan jalannya sebuah konperensi yang merupakan titik awal sangat penting buat nasib ekonomi bangsa Indonesia selanjutnya.

Kalau baru sebelum krisis global berlangsung kita mengenal istilah “korporatokrasi”, paham dan ideologi ini sudah ditancapkan di Indonesia sejak tahun 1967. Delegasi Indonesia adalah Pemerintah. Tetapi counter part-nya captain of industries atau para korporatokrat.

Para Perusak Ekonomi Negera-Negara Mangsa Benarkah sinyalemen John Pilger, Joseph Stiglitz dan masih banyak ekonom AS kenamaan lainnya bahwa hutanglah yang dijadikan instrumen untuk mencengkeram Indonesia ?

Dalam rangka ini, saya kutip buku yang menggemparkan. Buku ini ditulis oleh John Perkins dengan judul : “The Confessions of an Economic Hit man”, atau “Pengakuan oleh seorang Perusak Ekonomi”. Buku ini tercantum dalam New York Times bestseller list selama 7 minggu.

Saya kutip sambil menterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia sebagai berikut.

Halaman 12 : “Saya hanya mengetahui bahwa penugasan pertama saya di Indonesia, dan saya salah seorang dari sebuah tim yang terdiri dari 11 orang yang dikirim untuk menciptakan cetak biru rencana pembangunan pembangkit listrik buat pulau Jawa.” Halaman 13 : “Saya tahu bahwa saya harus menghasilkan model ekonometrik untuk Indonesia dan Jawa”. “Saya mengetahui bahwa statistik dapat dimanipulasi untuk menghasilkan banyak kesimpulan, termasuk apa yang dikehendaki oleh analis atas dasar statistik yang dibuatnya.”

Halaman 15 : “Pertama-tama saya harus memberikan pembenaran (justification) untuk memberikan hutang yang sangat besar jumlahnya yang akan disalurkan kembali ke MAIN (perusahaan konsultan di mana John Perkins bekerja) dan perusahan-perusahaan Amerika lainnya (seperti Bechtel, Halliburton, Stone & Webster, dan Brown & Root) melalui penjualan proyek-proyek raksasa dalam bidang rekayasa dan konstruksi.

Kedua, saya harus membangkrutkan negara yang menerima pinjaman tersebut (tentunya setelah MAIN dan kontraktor Amerika lainnya telah dibayar), agar negara target itu untuk selamanya tercengkeram oleh kreditornya, sehingga negara penghutang (baca : Indonesia) menjadi target yang empuk kalau kami membutuhkan favours, termasuk basis-basis militer, suara di PBB, atau akses pada minyak dan sumber daya alam lainnya.”

Halaman 15-16 : “Aspek yang harus disembunyikan dari semua proyek tersebut ialah membuat laba sangat besar buat para kontraktor, dan membuat bahagia beberapa gelintir keluarga dari negara-negara penerima hutang yang sudah kaya dan berpengaruh di negaranya masing-masing. Dengan demikian ketergantungan keuangan negara penerima hutang menjadi permanen sebagai instrumen untuk memperoleh kesetiaan dari pemerintah-pemerintah penerima hutang.

Maka semakin besar jumlah hutang semakin baik. Kenyataan bahwa beban hutang yang sangat besar menyengsarakan bagian termiskin dari bangsanya dalam bidang kesehatan, pendidikan dan jasa-jasa sosial lainnya selama berpuluh-puluh tahun tidak perlu masuk dalam pertimbangan.”

Halaman 15 : “Faktor yang paling menentukan adalah Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Proyek yang memberi kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan PDB harus dimenangkan. Walaupun hanya satu proyek yang harus dimenangkan, saya harus menunjukkan bahwa membangun proyek yang bersangkutan akan membawa manfaat yang unggul pada pertumbuhan PDB.”

Halaman 16 : “Claudia dan saya mendiskusikan karakteristik dari PDB yang menyesatkan. Misalnya pertumbuhan PDB bisa terjadi walaupun hanya menguntungkan satu orang saja, yaitu yang memiliki perusahaan jasa publik, dengan membebani hutang yang sangat berat buat rakyatnya. Yang kaya menjadi semakin kaya dan yang miskin menjadi semakin miskin. Statistik akan mencatatnya sebagai kemajuan ekonomi.”

Halaman 19 : “Sangat menguntungkan buat para penyusun strategi karena di tahun-tahun enam puluhan terjadi revolusi lainnya, yaitu pemberdayaan perusahaan-perusahaan internasional dan organisasi-organisasi multinasional seperti Bank Dunia dan IMF.”

By Kaindea Kurnama

catatan ini ditulis oleh KKG dan diterbitkan oleh eramuslim.com

Aku posting kembali untuk dijadikan bahan renungan bagi anak negeri ini.

Politik Indonesia dan Kriminalisme

Oktober 22, 2010

Dewasa ini Bangsa Indonesia diakui oleh dunia sukses dalam menerapkan demokrasi yang merupakan warisan Yunani itu dalam pentas politik. Luar biasa memang menurut masyarakat dunia, karena dalam waktu sangat singkat bangsa ini mampu menjalankan politik warisan Bangsa Yunani kuno ini dalam kehidupan kebangsaan. Terbukti dengan adanya pemilihan umum untuk kursi kekuasaan baik di level paling rendah (Pemilihan di Ketua RT) sampai pada pemilihan pimpinan pusat (Presiden).

Secara nyata memang sistem demokrasi sekarang ini dikenal antara lain Sistem Demokrasi Pancalisa, Sistem Demokrasi Liberal, Sistem Demokrasi Terpimpin, Sistem Komunis, Sistem Sosialis, Sistem Islam, serta sejumlah tradisi politik yang lain. Paling menonjol dalam pelaksanaannya adalah sistem demokrasi liberal yang mengusung sejumlah kebebasan dalam berbagai sektor, seperti  politik, sosial, ekonomi, religi.

Mencermati perkembangan politk dewasa ini yang terjadi di Indonesia pasca lengsernya kekuasaan Orde Baru yang, peta perpolitikan di Indonesia cenderung sedikit membaik, artinya bahwa ada kebebasan dalam berbagai hal, salah satunya adalah kebebasan memilih dan dan dipilih serta kebebasan menyampaikan pendapat yang secara jelas telah diatur sebelumnya oleh UUD 1945 yang selama ini cenderung diabaikan oleh penguasa Orde Baru. Pengauasa era Orde Baru secara nyata melanggar UUD 1945 pasal 28 ini karena kebebasan berpendapat serta pers selama kekuasaan era Soeharto dikekang. Kini kebebasan berpendapat maupun hak pilih memilih telah dirasalah secara langsung oleh masyarakat. Namun secara politis, kenyataan bahwa sistem politik yang dipraktekkan pasca Orde Baru atau Era Reformasi sangat jauh dari yang diharapkan, yang terjadi sesunggunya adalah upaya membunuh karakter yang dilakoni oleh para politikus dalam upaya mencapai tujuan pilitiknya. Penulis ingin menyebutnya dengan  “sistem demokrasi politik kriminal”

Sekali lagi harus diakui  pergerakan politik yang terjadi di Indonesia ini sangat jauh dari praktek demokrasi yang ideal. Politik kriminal yang selama ini dipraktekkan di negeri ini menyebabkan terjadinya berbagai ketimpangan sosial di tengah masyarakat, primordialisme disuburkan, Uang sebagai pembeli suara, preman menjadi pengawal, etika dan norma pergaulan dalam masyarakat dilanggar serta sejumlah masalah yang lain.

Korupsi  di negeri ini ibarat hewan amoeba yang berkembang biak dari satu menjadi dua dan seterusnya, sehingga menjadi musuh nomor wahid di negeri ini. Pengadilan disibukkan dengan berbagai kasus yang paling menonjol yaitu kasus pemilukada dan korupsi. Ketimpangan-ketimpangan dalam kehidupan masyarakat akibat kriminalisme politik ini menyebabkan konflik sosial dan dendam yang berkepanjangan serta ketimpangan ekonomi.

1. Ketimpangan Sosial

Kurangnya pemahaman dalam pendidikan dan politik menjadi menyebab ketidak dewasaan perpolitikan masyarakat negeri ini. Secara politik kebebasan telah mendapat jaminan dalam perundang-undangan tetapi, realisasi politik itu sendiri jauh panggang dari api sehingga menjadi setengah masak. Beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya ketimpangan sosial akibat kriminalisme politik ini antara lain

a. Kedangkalan ilmu para pelaku politik yang lemah

b. Munculnya primordialisme kesukuan dan fanatisme agama

Banyak sekali para pelaku politik tidak menyadari bahwa dirinya sebenarnya sangat lemah dalam berpolitik tetapi egoisme lebih menguasai dirinya. Sehingga saat mencapai punya kekuasaan terlihat secara jelas ketidakmampuan merealisasikan aspirasi masyarakat dalam upaya pembangunan. Ketidakmampuan menjalankan amanah konstitusi menyebabkan kepincangan dalam pemerintahan serta layanan publik. Nepotisme menjadi menonjol karena primordialisme kesukuan dan fanatisme keagamaan. Para pejabat yang ada dalam lingkaran kekuasaan adalah keluarga dan kerabat, profesionalisme tak berarti apa-apa

2. Ketimpangan ekonomi dan pembangunan

Munculnya money politic dalam pesta demokrasi saat ini menyebabkan ketimpangan ekonomi dan pembanguna. Konflik sosial yang terjadi pasca pemilu memunculkan berbagai fenomena dalam kehidupan. Perseteruan dan Saling dendam antara pendukung berakibat pada konflik yang menyebabkan kemerosotan ekonomi. Terjadi nepotisme dalam pembangunan, pembangunan lebih di arahkan untuk kepentingan kelompok dan keluarga hal ini karena dipengaruhi oleh upaya untuk meneruskan kekuasaan untuk periode selanjutnya.

Tak perlu untuk disembunyikan. Pada umunya para drakula politik mempunyai satu orientasi pemikiran yaitu “Proyek“. Semakin banyak proyek maka semakin banyak pula pundi yang dihasilkan. Untuk merealisasikan pemikiran ini, maka dalam pembahasan anggaran belanja pembangunan, dibuat sebanyak mungkin mega proyek. Manipulasi belanja pembanguna menjadi satu-satunya cara untuk mengembalikan berapa besar dana kampanye.

3. Ketimpangan  Hukum dan HAM.

Siapa berkuasa ialah yang mengatur segalanya. Hukum sebagai lembaga independen hanya simbol. Sogok bukan lagi menjadi rahasia bagi umum. Kebenaran dan bukti atau fakta dihilangkan sebaliknya tindakan pembenaran menjadi trend dengan memanipulasi atau menginterpretasikan aturan hukum menurut kehendak  penguasa.

Beberapa tindakan di atas menyebabkan sistem perpolitikan kita tidak lebih dari upaya untuk membunuh karakter antar anak negeri ini sehingga menciptakan kriminalitas politik dalam kehidupan bangsa ini.

 

 

 

Upaya Mendiskriminasi Sejarah dan Umat Islam Indonesia

Oktober 16, 2010

Dewasa ini islam benar-benar dianggap sebagai ancaman, bukan saja oleh kalangan non islam tapi oleh penganutnya sendiri. Ajaran yang merupakan rahmat bagi seluruh alam semesta ini diibaratkan sebagai ideologi yang merusak tatanan kehidupan masyarakat. Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW yang berisi aturan tatanan kehidupan masyarakat baik dalam hubungan dengan sesama mahluk maupun dengan sang khalik ini, dianggap sebagai buku filosofi yang tak berarti, bahkan lebih buruk adalah Al-Qur’an didzolimi, diinjak-injak dibakar (peristiwa 11/09/2010)  dan masih banyak lagi perlakuan tidak manusiawi terhadap aturan Allah ini.

Yahudi merupakan kelompok yang tak pernah bisa melihat Al-Qur’an ini dibumikan. Berbagai cara propaganda dilakukan guna memberangus islam dan Al-Qur’an. Perlu diketahui bahwa orang-orang yahudi sangat paham dengan Al-Qur’an, namun mereka sangat malu dan tidak mau mengakuinya secara terang-terangan. Mereka mengira bahwa Al-Qur’an itu ciptaan manusia atau suatu mahluk, sehingga mereka dengan mudah bisa menghilangkan Al-Qu’an, mereka lupa bahwa Allah adalah sebaik-baik pelindung.

Limpahan kekayaan alam berupa minyak bumi, emas dan hasil tambang lainnya yang  Allah kepada Bangsa Arab telah membuat bangsa barat khususnya Eropa dan Amerika menjadi gelap mata. Segala upaya dilakukan demi mendapatkan hasil kekayaan itu, yang tentunya dilakukan dengan jalan yang sangat tidak halal. Rekaya kitab suci Taurat dan Injil yang dilakukan oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab yang sering dikenal dengan istilah “tanah yang dijanjikan” dijadikan sandaran untuk membenarkan tindakan para kafirin ini untuk memperoleh dan mencuri kekayaan Bangsa Arab dan khususnya harta kaum muslimin.

Tak perlu dirahasiakan, terjadinya perang salib merupakan salah satu contoh dimana usaha kafirin itu untuk menguasai tanah dan harta kaum muslimin. Perang salib itu hingga sekarang ini entah yang keberapa kalinya. Jika dikatakan bahwa perang salib telah berakhir, itu hanya omong kosong belaka. Pembunuhan atau kasus kekerasan terhadap umat islam di berbagai belahan dunia demikian juga di Indonesia adalah merupakan salah satu kelanjutan dari perang salib itu sendiri.

Berbagai peristiwa yang terjadi di kalangan umat islam dalam era milenium baru ini, selalu dipolitisasi sebagai seolah-olah umat islamlah yang mendalanginya. Sejarah mencatat dan Allah, masyarakat dan alam  menjadi saksi semua kejadian atau peristiwa pelecehan serta tindakan kriminal yang dilakukan oleh umat lain terhadap keyakinan dan akidah umat islam, khususnya terhadap ajaran islam. Demikian di Indonesia, beberapa kasus seperti Konflik di Maluku, Kasus di Bekasi, Kasus di Poso, serta berbagai kasus lain yang tak terekam oleh media. Kasus konflik di Maluku salah satu contohnya, di katakan bahwa konflik ini merupakan kasus salah paham yang bermula dari kasus perkelahian antara pemuda, monopoli ekonomi oleh para pendatang BBM ( Buton, Bugis, Makassar) serta ratusan alasan yang lain. Tapi terlepas dari semua alasan itu, fakta tidak bisa dibohongi dan masyarakat awam pun tahu, bahwa konflik itu murni adalah konflik bernuansa agama yang terkesan disusun dengan sangat rapi dan terorganisir. Memberangus umat islam Maluku itu adalah tujuan utama konflik Maluku, sebagai bagian dari perang salib itu sendiri.

Kasus yang sangat menonjol adalah upaya menjadikan Monokwari sebagai “kota injil” dengan perda yang berlandaskan injil, kasus ini jelas sangat menyakitkan perasaan umat ini dan merupakan tindakan pelecehan yang nyata. Pelarangan mengumandankan azan serta penggunaan simbol-simbol islam (busana muslim) menjadi bukti bahwa toleransi kebhinekaan yang selama ini di junjung hanyalah simbolitas tanpa arti.

Kasus kejadian di Bekasi, menjadi salah satu bukti bahwa ada upaya mengganggu kenyamanan umat islam Bekasi dan umumnya Indonesia. SKB Tiga Menteri yang dijadikan acuan bagi kehidupan beragama, hanya barisan huruf-huruf yang berjejer rapi tanpa makna di lembaran kertas. Dengan memanipulasi perizinan dari warga sekitar perkampungan di ciketing dan dengan alasan SKB Tiga Menteri untuk kebebasan beragama, maka tanpa peduli dengan perasaan umat islam, jamaah HKBP melakukan peribadatan di rumah seorang jamaahnya yang kemudian tempat itu dijadikan sebagai lokasi untuk pendirian tempat peribadatan. Lokasi ini terletak dipemukiman yang mayoritas umat islam. Masih sangat segar dalam ingatan kita, peristiwa kejadian tanggal 12 September 2010 yang masih dalam suasana lebaran, ratusan Jamaah HKBP melakukan konvoi keliling di perkampungan warga lalu berpapasan dengan beberapa warga muslim yang kemudian terjadi perkelahian, sehingga menimbulkan korban jiwa.  Media pun membesar-besarkan hal ini. Berbagai media cetak menulis FPI sebagai dalang dan ketuanya dinon aktifkan, anggota PFI ditangkap sementara para jamaah HKBP yang melakukan konvoi liar di perkampungan warga bebas. Pendeta dan jamaah HKBP yang dirawat di RS dibiayai oleh negara, aktifis islam di RS ditelantarkan, bahkan ada yang ditangkap saat menjalani perawatan di RS. Media menulis warga muslim/OTK melakukan upaya pembunuhan terhadap pendeta HKBP. Bagaimana mungkin 9 orang menghadang ratusan massa. Berbagai keanehan muncul ketika di undang untuk dialog, mengapa para pendeta HKBP tidak ada yang datang, padahal mereka termasuk yang memprakarsai forum dialog itu. Kejadian ini malah dibawa ke forum internasional. ini adalah upaya untuk mendiskreditkan umat islam Bekasi dan Indonesia secara umum.

Kita tak boleh lupa, bahwa upaya untuk membebaskan bangsa ini dari belenggu, kekangan, jajahan serta penindasan bangsa barat lebih banyak dilakukan oleh umat islam negeri ini. Mulai dari Sultan Hairun, Sultan Baabullah, Sultan Iskandar Muda, Sultan Agung, Sultan Hasanuddin, Sultan Trenggano, Sunan Gunung Jati/Fatahillah, Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Teuku Umar, Pangeran Antasai, Bung Tomo, sampai Panglima Besar Jenderal Sudirman adalah tokoh agama yang memperjuangkan kebebasan/kemerdekaan bangsa ini dengan satu landasan yang jelas yakni islam sebagai landasan perjuangan, bukan pancasila. Sebut saja, organisasi pertama yang didirikan oleh tokoh bangsa ini adalah Sarikat Dagang Islam yang dibentuk oleh Haji Samanhudi pada tahun 1905. Tetapi, mengapa sejarah mengingkari  itu. dan mengapa Budi Utomo yang belakangan dibentuk dijadikan sebagai hari kebangkitan nasional, ini sangat jelas bahwa ada upaya untuk menenggelamkan sejarah kejayaan islam di Bumi Nusantara ini.

Salah satu bukti konkrit dalam upaya menenggelamkan sejarah emas muslim tanah air adalah dengan mengganti mukaddimah pembukaan UUD 1945 yakni  Sila Pertama, yakni Ketuhanan dengan menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya. Dengan dalih kebhinekaan dan toleransi serta kemajemukan bangsa ini, maka sila ini diganti dengan kalimat  Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini sangat nyata bahwa ada upaya untuk menenggelamkan sejarah perjuangan umat muslim tanah air dalam upaya membebaskan bangsa ini. Apa yang terjadi dikemudian hari adalah bukti bahwa pancasila tidak banyak berarti apa-apa bagi bangsa ini, toleransi yang didengung-dengungkan di injak-injak, aktifis islam diberangus, ulama ditindas dan dibunuh,  bahkan pada masa ORBA, islam dianggap sebagai ancaman oleh penguasa negeri ini. Militer di era Soeharto benar-benar memberangus segala sesuatu yang bernafaskan islam.

Kita berada di milenium baru, lebih kejam lagi dari sebelumnya. Kalau masa ORBA, Ulama dan aktifis muslim dibunuh dengan penjara seumur hidup atau disuntik/ masukkan kedalam ruang gas beracun ( sepertinya cara itu sedikit beretika menurut anggapan penguasa ORBA), maka kemudian berkembang alasan  bahwa aktifis/ulama itu meninggal karena serangan jantung. Kini pemberangusan aktifis islam/ulama lebih nyata lagi, yakni langsung didoor. Tembak dulu, penjara dulu, proses hukum dari belakang, salah benar urusan terakhir.

Zaman ORBA aktifis islam disebut Separatis. Sekarang muncul sebuah istilah baru untuk aktifis islam/ulama, istilah pinjaman dari dunia barat yang belum mampu didefenisikan oleh para pakar yakni ” terorisme”. Bush menggunakan kata ini untuk memerangi muslim di Irak dan Afganistan (Al-Qaidah), Israel menggunakannya untuk memberangus Pejuanga Palestina (Hamas), semua itu adalah ingin menguasai sumber minyak atau emas hitam negeri muslim itu. Pasukan anti teror (Densus 88) merupakan pasukan Polisi Amerika / Australia di Indonesia yang bertugas untuk memberangus aktifis /ulama islam di nusantara ini dengan stempel teroris.

pendiskriminasian umat islam Indonesia di milenium ini sangat nyata. diwaktu yang sama upaya kristenisasi di Indonesia benar-benar subur dan mendapat perlindungan hukum dengan dalih kebebasan beragama. Ibarat jalan, Ketika aktifis dan ulama berdakwah maka, HAM, penguasa dan pengadilan berdiri tegak (menghadang), tetapi ketika kristenisasi permisi maka HAM, Penguasa dan pengadilan menjadi jembatan penghubung.

Penguasa negeri ini benar-benar lupa siapa sesungguhnya yang berjuang membebaskan bangsa ini.

“Muslim memberikan emas, penguasa membalasnya dengan air tuba”, itulah yang terjadi saat ini.

 

Ambon, 16 Oktober 2010

 

Kaindea Kurnama